Memasuki bulan Ramadhan, setiap umat manusia menyibukkan diri untuk
menyambut bulan suci yang dinanti-nanti ini. Membersihkan rumah, menyiapkan
perangkat shalat terbaik, memasak hidangan untuk disantap saat sahur pertama,
bahkan kembali ke kampung demi menikmati puasa pertama bersama sanak keluarga.
Tiap orang memiliki cara sendiri dalam menyambut bulan keberkahan ini, tak
terkecuali dengan masyarakat Minangkabau. Tiap Sya’ban mencapai akhirnya,
masyarakat Minang berbondong-bondong melakukan balimau atau mandi besar.
Balimau ini didasarkan pada ajaran Islam untuk mensucikan diri sebelum
menjalankan ibadah puasa. Tradisi ini dipercaya sudah dilakukan selama
berabad-abad dan masih dipraktekkan hingga sekarang.
Limau pada kata balimau didasari pada penggunaan jeruk nipis (dalam
bahasa Minang disebut limau) sebagai pembersih tubuh. Orang dulu tidak
semuanya punya sabun. Sifat jeruk nipis yang asam dan dapat melarutkan keringat
atau minyak dibadan menjadi alasan penggunaan buah ini. Bukan hanya jeruk
nipis, irisan daun pandan, bunga kenanga atau tumbuhan lain yang menghasilkan
aroma harum juga digunakan. Penggunaan harum-haruman ini untuk memberikan aroma
sedap ditubuh, sehingga tubuh bukan hanya bersih dari kotoran, namun juga wangi
di hidung.
Balimau bersama ini dilakukan karena faktor orang masa dulu tidak semuanya
punya kamar mandi di rumah. Alhasil, masyarakatpun memanfaatkan sungai atau
tempat pemandian umum untuk mandi. Sungai memang lazim digunakan sebagai tempat
mandi maupun mencuci. Maka tak heran jika masyarakat yang kurang mampu mandi di
sana. Dalam prakteknya sendiri, antara laki-laki dan perempuan dipisahkan.
Sementara laki-laki mandi di sungai, perempuan mandi di sumur umum sehingga
tidak bercampur. Pada dasarnya, di daerah manapun di Minangkabau ini,
pelaksanaan balimau sama. Perbedaannya hanya pada lokasi saja.
Seiring waktu, masyarakat Minangkabau mulai lebih modern. Kemampuan
ekonomi masing-masing juga mulai membaik, sehingga perlahan masyarakat membangun
kamar mandi sebagai bagian dari rumah. Adanya kamar mandi menyebabkan balimau
bersama di sungai atau pemandian mulai dipinggirkan. Kamar mandi dipilih karena
menyediakan semua yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot mengangkut dengan
jarak jauh. Penggunaan limau juga mulai dilupakan, karena sabun dan
sampo yang tersedia jauh lebih membersihkan.
Namun, bukan berarti tradisi ini hilang begitu saja. Perlahan-lahan,
tradisi ini kembali di semarakan. Jika dulu masyarakat harus berjalan kaki
untuk mandi, sekarang sudah tersedia mobil sehingga tampaklah keramaian balimau
itu. Hanya saja, pelaksaan balimau hari ini tidak lagi sesuai dengan
dulu. Laki-laki dan perempuan bercampur di satu tempat, biasanya pemandian umum
atau objek wisata yang menyediakan kolam pemandian. Penyimpangan ini
menyebabkan tradisi balimau ternodai, bukan lagi balimau tetapi balunau
(berkotor-kotor).
Pemerintah Sumatera Barat melarang pelaksanaan balimau seperti
ini. Sekarang, sudah jarang dilihat masyarakat yang bersama-sama pergi mandi
menjelang bulan puasa. Karena pada dasarnya tradisi balimau yang mereka
lakukan bukannya mensucikan tubuh dari dosa, tetapi malah menambah dosa.
Masyarakatpun sudah tidak lagi tertarik untuk mandi bersama.
“Dulu untuk balimau itu kami harus jalan kaki ke Ombilin.
Disana tempatnya luas, banyak menampung orang. Beramai-ramai kesana. Kadang
karena ramainya, sampai harus berangkat jauh-jauh hari,” cerita pak Aguih,
salah seorang warga Sijangek. Memang, tak peduli tua atau muda, besar atau
kecil, warga Sijangek akan pergi bersama-sama untuk menjalankan tradisi.
Antusiasme masyarakat terutama anak-anak yang ingin bermain air mengudara di
segala penjuru.
Kini, hampir tidak ada orang Sijangek yang pergi balimau. Seperti
alasan kebanyakan orang, tersedianya kamar mandi dan sabun yang mudah dijangkau
menyebabkan mereka tidak lagi balimau bersama. Jarak tempat mandi yang
jauh dan pelaksanaan yang telah melenceng juga termasuk faktor.
“Sekarang masih, hanya di rumah saja. Kalau ada limau di rumah,
potong-potong lalu masukkan ke air, baru mandikan ke badan. Kalau tidak ya
pakai sabun saja,” akhir pak Aguih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar