Kemarin ini—udah lama juga, sih—ada acara PenSi di sekolah saya.
Salah satu bidang yang dilombain itu fashion muslimah. Nah, di acara ini,
bakalan ada perwakilan dari masing-masing kelas. Kebetulan, teman saya yang
super imut namun mini—Ichan—yang jadi wakil dari kelas saya. Jadi, tadi setelah
dia saya dandanin, dia tampil sebagai peserta bertubuh paling mini. Tapi,
serius, dia udah kayak model beneran. Bahkan wali kelas saya yang awalnya nggak
setuju dia ikut, kagum.
Yah, terlepas dari itu semua, salah satu format acaranya, nanti
setiap peserta bakal dikasih pertanyaan. Ngetes ceritanya, cuma modal tampang
cantik doang atau wawasannya juga luas? Makanya, semua ditanya satu-satu.
Pertanyaan pertama : apakah anda ingin berubah akidah demi orang
yang sangat anda cintai?
Waduh, pertanyaan pertama aja genrenya berat gini. Teman saya lalu
nanya, kalau saya jawabnya apa???
Tapi, sebelum merangkak ke jawaban saya yang sedikit ngawur, saya
ceritain dulu jawaban peserta yang ditanya itu. Dia jawab gini, ‘saya tidak
mau karena saya lebih mencintai islam sebagai agama saya’
Jawabannya lumayan bagus, cuma kurang banget. Saya lalu koar-koar,
niruin cara peserta fashion jawab pertanyaan. Saya bilang, ‘saya nggak akan
mau. Kenapa? Karena secinta apapun saya terhadap orang itu, saya masih cinta
agama saya kali. Saya bangga jadi muslimah. Lagipula, kalau orang itu cinta
sama saya, harusnya dia, dong, yang ngikutin saya. Saya nggak mau tunduk ke hal
yang salah. Trus, kalau nggak bisa, ya udah. Cari aja cowok lain. Cowok di bumi
nggak cuma satu, kali. Lagian, kalau nggak bisa bersama di dunia, Insyaallah,
di akhirat nanti saya bakal bareng sama dia—kalau emang jodoh,’
Gila, yang lomba siapa, yang jawab siapa. Saya mulai ngawur nih.
Btw, setelah itu, masih banyak pertanyaan lain yang beredar. Namun,
pertanyaan yang diajukan pada perwakilan kelas saya inilah, salah satu dari dua
pertanyaan yang ‘nempel’ dikepala saya. Panitia nanya, menurut dia, mana yang
hidupnya lebih mudah? Laki-laki atau perempuan??
Pertanyaannya simple, tapi menjebak banget. Kalau salah jawab,
bukan cuma malu-maluin diri sendiri, tapi juga bisa bikin perang antara kaum
Adam sama kaum Hawa di sekolah. Tapi, mau gimanapun, jawabannya pasti
laki-lakilah.
Kenapa? Pertama, perempuan itu ribet. Walaupun demi diri sendiri
dengan mengatas namakan pembebasan diri dari diskriminasi terhadap wanita,
tetap aja perempuan itu nggak sadar kalau dia justru semakin merendahkan
dirinya. Sukarela pula. Tau maksud saya apa?
Yap! Wanita nggak memakai pakaian yang seharusnya. Dulu minta
pembebasan dari diskriminasi dimana wanita dijadikan budak, atau alat pemuas
nafsu lelaki. Tapi, buktinya? Banyak dari wanita sekarang yang bahkan kembali
merendahkan dirinya setelah dulu bersusah payah menuntut kebebasan. Wanita
sekarang banyak yang berpakaian seperti zaman jahiliyah dulu. Apa gunanya minta
pembebasan dari kekangan kalau pada akhirnya malah mengekang diri sendiri
dengan cara sukarela? Ribet gak, tuh?
Kedua, perempuan itu hatinya terlalu lemah. Digoda dikit aja oleh
syaitan udah mau. Makanya banyak wanita yang dijadiin perantara oleh syaitan
buat ngehancurin lelaki.
Ketiga, dari segi kebutuhan, wanita itu lebih rempong. Lah, kok
bisa? Buktinya, coba periksa deh, isi lemari perempuan. Trus, bandingin sama
isi lemari lelaki. Mana yang lebih padat? Perempuan atau lelaki? Jawabannya
pasti perempuan. Karena pada dasarnya, mau gimanapun sifat seorang perempuan,
nggak bakal nutup kemungkinan isi lemarinya padat.
Wanita juga susah banget yang kilat-kilat. Kalau lelaki mah, pakai
baju yang sama ke acara berbeda nggak masalah, tuh. Fine-fine aja. Kalau
perempuan? Harus beda. Minimal khimarnya yang beda—bagi seorang muslimah
berhijab. Atau, aksesorisnya bagi yang nggak berhijab. Kalau sampai ada
perempuan yang make baju yang sama ke acara berbeda, bakal digosipin, tuh.
Dibilang miskin, lah. Kagak punya modal, lah. Bajunya kegigit tikus ampe
bolong, lah. Pokoknya bakal banyak berita kagak bener nantinya.
Yang terakhir menurut saya, wanita itu punya tanggung jawab yang
besar, yang mana bagi laki-laki belum tentu mampu melakukan hal yang sama.
Yakni, mempertahankan keluarga serta mendidik dan membentuk anak untuk memiliki
kepribadian yang dapat dibanggakan. Nggak ada seorang lelakipun yang sanggup
mendidik anak lebih baik dari seorang perempuan yang baik. Kalau perempuannya
nggak beres, sih, mungkin aja. Tapi, kalau perempuan itu bener-bener ‘bener’,
dijamin deh, nggak bakal ada yang ngalahin dalam hal tanggung jawab. Siapa sih,
yang bisa mendidik kita lebih baik dari ibu kita yang perempuan? Ya nggak???
Oke, pertanyaan kedua yang ‘nempel’ diotak saya, ‘apakah
pendapat anda terhadap wanita karir?’
Peserta yang ditanya itu menjawab, ‘menurut saya, wanita karir
itu baik sekali’.
Hampir semua teman perempuan saya tidak setuju dengan jawaban
peserta itu. Kenapa? Karena, perempuan itu telah memiliki pekerjaan yang jauh
lebih sibuk daripada bekerja di suatu tempat. Mengurus keluarga itu bukan
pekerjaan yang gampang. Coba, deh, perhatiin gimana ibu kita yang nggak punya
pekerjaan kerepotan ngurus rumah? Yang masaklah, mancucilah, nyapulah,
setrikaanlah, dan segudang pekerjaan lain yang bener-bener nguras tenaga dan
harus dilakukan TIAP HARI. Kebayang dong, seberapa capeknya? Sekarang, coba
perhatiin ibu kita yang wanita karir. Pasti 2x lebih capek kelihatannya, ‘kan?
Belum lagi kalau ada masalah di tempat kerja atau lainnya. Wah, yang ada
pekerjaan rumah bakal nggak sempurna. Anak juga jadi kekurangan kasih sayang
karena ibu terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga jarang ketemu sama
anaknya. Nanti kalau anaknya jadi nggak bener, yang bakal disalahin pasti
sekolah. ‘kok nggak jagain anak saya? Padahal saya udah bayar mahal…’
Sadar, girls, jangan sampai kita berpikiran wanita karir itu baik.
Apalagi baik sekali. Please deh, apalagi yang lebih baik selain bisa bersantai
dengan nyaman di rumah setelah beberapa tahun sebelumnya berjuang mati-matian?
Nggak ada, ‘kan? Nggak selamanya wanita karir itu baik buat diri sendiri,
girls.
Duh, kok jadinya malah curhat gini, sih?
Yah, pokoknya, ini bener-bener pertanyaan fashion show yang gimana~
gitu. Padahal ini bukan pemilihan putri indonesia atau lainnya, tapi untuk
ukuran Madrasah, ini bener-bener pertanyaan yang ‘wah’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar